, ,

Organisasi Sipil dari Sulawesi hingga Papua Desak Pemerintah Moratorium Tambang

by -121 Views
cek disini

News Sorendiweri– Dari Palu hingga Manokwari, suara penolakan terhadap ekspansi tambang kian nyaring. Sejumlah organisasi masyarakat sipil lintas wilayah timur Indonesia menyerukan moratorium izin pertambangan mineral dan batubara. Seruan ini lahir dari kekhawatiran bersama atas kerusakan ekologis, pelanggaran hak masyarakat adat, dan ancaman masa depan lingkungan di kawasan yang selama ini menjadi paru-paru Nusantara.

Seruan itu disampaikan dalam Diskusi Publik bertajuk “Urgensi Moratorium Izin Tambang” yang diselenggarakan secara hibrid di Palu. Kegiatan ini diinisiasi oleh Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Regional Sulawesi–Papua, dan dihadiri oleh berbagai organisasi lingkungan, akademisi, serta perwakilan masyarakat sipil dari Sulawesi Tengah, Selatan, Tenggara, hingga Papua.

Tambang Melampaui Batas

Dalam paparannya, Ariyansah Kiliu, peneliti PWYP Indonesia, menegaskan bahwa aktivitas tambang di Indonesia kini telah jauh melewati batas keberlanjutan yang disepakati pemerintah sendiri.

“Komitmen Indonesia dalam Paris Agreement semestinya menjadi landasan kuat untuk menekan laju produksi batubara. Namun yang terjadi justru sebaliknya—produksi nasional telah melampaui batas 400 juta ton per tahun sebagaimana diatur dalam RUEN. Pada 2024, produksinya bahkan mendekati 800 juta ton,” ungkap Ariyansah.

Ia menilai, kondisi ini menjadi sinyal bahaya. “Jika terus dibiarkan, Indonesia tidak hanya melanggar komitmen iklim global, tetapi juga mempertaruhkan masa depan ekologis daerah-daerah kaya sumber daya seperti Sulawesi dan Papua,” tambahnya.

Regulasi Baru, Ancaman Baru

Gelombang kekhawatiran itu makin deras setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025. Kedua regulasi tersebut dianggap membuka keran baru bagi perizinan pertambangan, termasuk di kawasan hutan dan pesisir.

Betahita | Prabowo Diminta Moratorium Tambang, Sawit, dan PLTU di Sulawesi

Baca Juga: Papua Raih Nominasi TPAKD Award 2025 Gubernur Fakhiri

Bagi kalangan aktivis, kebijakan ini berpotensi memperparah tumpang tindih lahan, memperbesar peluang tambang ilegal, dan memperlemah pengawasan pemerintah daerah.

“UU dan PP baru ini memberi ruang bagi korporasi besar untuk memperluas izin, sementara kapasitas pengawasan pemerintah di daerah justru lemah. Kita menyaksikan bagaimana reklamasi pascatambang nyaris tak berjalan dan pelanggaran HAM dibiarkan,” tegas Ariyansah.

Di Sulawesi Tengah, kerusakan lingkungan akibat tambang sudah di ambang krisis. Ufudin dari Yayasan Kompas Peduli Hutan (KoMIU) menyebut aktivitas pertambangan belum menunjukkan dampak ekonomi yang berarti bagi masyarakat lokal.

“Yang kami lihat justru jalan rusak, banjir bandang, deforestasi besar-besaran, dan krisis air bersih. Masyarakat kehilangan lahan pertanian, sementara konflik sosial meningkat,” ujarnya.

Ia mendesak pemerintah pusat agar segera mempertimbangkan moratorium izin tambang di seluruh wilayah Sulawesi Tengah, sembari melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang telah beroperasi.

Senada, Sunardi Katili, Direktur WALHI Sulawesi Tengah, menilai moratorium bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan. “Kerusakan ekologis sudah parah, pelanggaran HAM makin sering terjadi. Kita butuh jeda untuk menata ulang tata kelola sumber daya alam,” ujarnya menegaskan.

tokopedia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.