Freeport dan Komitmen Nyata Menjaga Surga Biodiversitas Papua: Dari Temuan Spesies Baru hingga Konservasi Anjing Langka
News Sorendiweri– Papua bukan hanya tentang keindahan alamnya yang memesona, tetapi juga merupakan rumah bagi kekayaan hayati yang tak ternilai. Di jantung salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak hanya menjalankan operasi pertambangan berkelas dunia, tetapi juga memeluk tanggung jawab besar untuk melestarikan kekayaan alam yang unik ini. Selama lebih dari dua dekade, komitmen perusahaan dalam riset dan konservasi biodiversitas telah menghasilkan temuan-temuan ilmiah mencengangkan yang berkontribusi pada pengetahuan global.
Membuka Pintu bagi Sains di Lorentz
Sejak 1997, PTFI secara konsisten menjalankan studi dasar biodiversitas di wilayah operasinya di Mimika, yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lorentz—sebuah Situs Warisan Dunia UNESCO dan salah satu kawasan konservasi terbesar di Asia Tenggara. Kawasan ini dikenal sebagai “hotspot” biodiversitas dengan tingkat endemisme yang sangat tinggi, artinya banyak spesies di sini tidak ditemukan di tempat lain di bumi.
Kukuh Indra Kusuma, Koordinator Fauna Biodiversity PTFI, menegaskan bahwa komitmen ini bukan sekadar pencitraan. “Akses ke kawasan ini sebelumnya sangat terbatas. Kehadiran Freeport justru membuka peluang lebih besar bagi para peneliti, baik lokal maupun internasional, untuk melakukan studi intensif,” ujarnya dalam acara Green Collabs di Jakarta.
Misteri Anjing Bernyanyi Papua yang Terungkap Kembali
Salah satu cerita paling menarik dan simbolis dari upaya konservasi PTFI adalah yang melibatkan New Guinea Singing Dog (NGSD) atau Anjing Bernyanyi Papua. Hewan ini sempat diduga punah di alam liar selama beberapa dekade, meninggalkan hanya sedikit populasi yang tersebar di kebun binatang di seluruh dunia.
Namun, di area dekat operasi Freeport, harapan itu muncul kembali. Pada fase pertama, tim biodiversitas PTFI berhasil mendokumentasikan keberadaan mereka. Namun, pertanyaan besarnya adalah: Apakah ini populasi murni atau hasil persilangan dengan anjing domestik?
Jawabannya datang pada 2018. “Fase kedua riset membuktikan bahwa gen Singing Dog yang kami temui itu ternyata masih murni,” jelas Kukuh dengan bangga. Temuan ini menggemparkan dunia konservasi. Anjing paling langka di dunia itu masih bertahan di habitat aslinya.

Baca Juga: Suherman Kembali Pimpin PKS Papua, Usung Agenda “Kokoh Bersama Memajukan Papua”
Riset tidak berhenti di sana. Pada 2022, kajian ekologi dilakukan untuk memahami perilaku, sebaran populasi, dan kebutuhan habitatnya. Kini, fokus telah bergeser ke tahap yang lebih krusial: konservasi berkelanjutan. Bagaimana memastikan populasi kecil ini tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang biak dengan aman.
Operasi yang Berjalan Beriringan dengan Konservasi
Sebuah pertanyaan kritis sering muncul: Bisakah operasi pertambangan skala besar berdamai dengan kelestarian lingkungan? PTFI berusaha menjawabnya dengan tindakan nyata.
Kukuh menekankan bahwa setiap rencana pengembangan dan pembangunan fasilitas baru wajib melalui kajian ekologis yang mendalam. Prinsipnya adalah mitigasi dan penghindaran. “Jika suatu pembangunan berpotensi mengganggu spesies tumbuhan atau satwa terancam punah, kami mencari alternatif lain,” tegasnya.









